Monday, December 05, 2005

Mencermati Tipu-tipu Laporan Keuangan

"Koran..koran..¨ Demikian teriakan seorang remaja penjaja koran di sebuah terminal bus pada suatu pagi yang ramai. "..Berita besar... 125 orang tertipu!¨ Lanjut si penjaja koran. Polan, seorang penumpang metro mini tertarik dan dari balik jendela metro mini, ia memanggil si penjaja serta segera membeli korannya. Setelah transaksi dan pembayaran terjadi, si Polan kelihatan bingung mencari berita yang diteriakkan si penjaja. "Koq ga ada berita penipuannya Dik?¨ Seru si Polan. Sang penjaja koran dengan tenang berlalu sambil berteriak "Koran-koran, berita besar¡Kseratus dua puluh enam orang tertipu!¨ Si Polan cuma bisa geleng-geleng kepala. Sore harinya, ketika si Polan lewat kembali di terminal bus itu, ia kembali mendengar teriakan si penjaja koran:¨Koran-koran...Berita heboh.. tiga ribu empat ratus delapan puluh sembilan orang tertipu!!!" Ya..ya..ya..Itu memang cerita lelucon saja. Tapi ngomong- ngomong, cerita serupa sebenarnya sudah sering terjadi di pasar saham lo. Ceritanya begini (yang ini beneran, ga bohong deh!), salah satu informasi yang sangat diperlukan investor dalam menilai kinerja dan prospek perusahaan adalah laporan keuangan perusahaan. Tentu saja investor mengharapkan informasi tersebut akurat. Meski regulator, paguyuban akuntan, penyelenggara bursa, dan banyak pihak telah berusaha agar laporan tersebut akurat, ternyata tetap saja ada penipuan informasi laporan keuangan. Menurut Howard Schilit serta Sarin dkk, kasus tipu-tipu laporan keuangan cukup mencengangkan bahkan di negara sekaliber AS. Median denda / kerugian yang ditimbulkan akibat tipu-tipu tersebut mencapai jutaan bahkan puluhan juta dolar AS per kasusnya. Bahkan ada juga kasus yang sangat besar, melibatkan milyaran dolar AS, contohnya: kasus kebangkrutan Enron. Itu di AS, gimana di Indonesia neh? Tengok saja kasus terakhir seperti kasus Bank Global, Great River, dll. Apapun ceritanya, investor tetap perlu hati-hati dalam mencerna informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Hati-hati Financial Shenanigan Oleh Howard Schilit, tipu-tipu laporan keuangan diberi istilah keren Financial Shenanigan (FS). Intinya, FS adalah tindakan atau pengabaian yang sengaja dilakukan untuk menyembunyikan atau mengaburkan kinerja atau kondisi keuangan perusahaan sebenarnya. Tipu-tipu ini terjadi karena banyak faktor, utamanya faktor tamak dan takut. Dengan melakukan FS, si pelaku bisa memperoleh banyak keuntungan material (bonus besar, kemudahan mendapat pinjaman, citra semu yang positif, dll), atau mencegah kesulitan jangka pendek (menyembunyikan kinerja jelek karena takut dipecat atau takut dimarahin bank akibat melanggar perjanjian, dll). FS bisa dicermati dengan mewaspadai jenis perusahaan atau situasi tertentu yang biasanya sarat dengan peluang terjadinya FS. Beberapa di antaranya adalah: (1) perusahaan dengan lingkungan pengawasan yang lemah, karena tata pamongnya (corporate governance) payah, kekurangan auditor yang independen dan kompeten, dan fungsi audit internal yang tidak berjalan baik; (2) perusahaan sedang menghadapi situasi kompetisi yang gila-gilan dan ditambah lagi beberapa orang di jajaran manajemennya memang punya sejarah karakter yang tidak baik; (3) perusahaan kecil yang sedang bertumbuh pesat sehingga tak sempat memperhatikan risiko kecurangan laporan keuangan; (4) perusahaan yang menjelang atau baru go public, biasanya dandan abis agar tampak lebih cantik dari sebenarnya supaya laku gitu loh; (5) perusahaan yang bukan perusahaan tbk; (6) perusahaan yang tinggal tunggu matinya, jadi, tidak menipu mati, sementara dengan tipu-tipu siapa tahu bisa mujur. Lantas apa saja yang biasa dilakukan oleh para pelaku FS dan harus dicermati investor? Berikut ini ¡§modus operandi¡¨ yang menurut penelitian Schilit paling sering terjadi. Pertama, mencatat penjualan terlalu dini sebelum resmi terjadi, masih banyak ketidakpastian pada transaksinya, dan masih banyak jasa terhutang di masa depan. Kedua, mencatat hasil penjualan semu. Contohnya, pengembalian yang diperoleh dari pemasok barang dicatat sebagai hasil penjualan. Ketiga, memperbesar pendapatan dengan hasil transaksi yang hanya sekali-sekali terjadi, jadi bukan murni hasil usaha normal. Contohnya, laba hasil penjualan gedung atau aset lain yang mungkin hanya terjadi sekali setiap 10-20 tahun. Ketiga FS pertama tersebut pada intinya menggelembungkan catatan hasil penjualan. Keempat, menggeser biaya periode ini ke periode masa depan. Contohnya, dengan menjadikan biaya sebagai pengeluaran modal (jadi pencatatannya tidak langsung semua pada periode sekarang, melainkan akan disebar ke beberapa periode ke depan), membukukan penyusutan atau amortisasi yang terlalu lambat, atau bisa juga dengan sengaja mengabaikan penghapusan aset yang sebenarnya telah tidak ada nilai lagi. Kelima, tidak melaporkan hutang atau kewajiban (liabilities). Misalnya, hasil penjualan langsung dibukukan saat terima pembayaran, padahal jasa yang dijual belum dilaksanakan; tidak melaporkan kewajiban di luar neraca (off balance sheet) seperti transaksi derivatif. Selain tujuan mempercantik diri lebih dari aslinya, FS juga bisa dilakukan untuk membuat perusahaan tampak lebih jelek dari aslinya untuk sementara waktu. Kok begitu? Ini bisa saja terjadi karena kongkalingkong orang dalam dengan orang luar yang mau mengakuisisi perusahaan dengan harga semurah mungkin. Caranya adalah dengan FS keenam dan ketujuh, yaitu menggeser pendapatan periode sekarang ke masa depan atau menggeser biaya masa depan ke periode sekarang misalnya dengan mempercepat depresiasi dan amortisasi. Di samping ketujuh FS tersebut masih ada lagi beberapa tipu- tipu lain perlu dicermati, misalnya permainan perlakuan catatan persediaan atau inventori (FIFO, LIFO, dll), transfer pricing di antara pihak terkait (anak perusahaan, perusahaan dalam grup yang sama, dll). Yang pasti, investor harus lebih teliti dalam menganalisis laporan keuangan perusahaan. Prosedur standar seperti membandingkan rasio keuangan perusahaan dengan rasio rata- rata industri, dan tren berdasarkan data masa lalu perlu dilakukan. Konsistensi antara angka-angka rasio keuangan perlu diteliti (misalnya dengan teknik Du Pont). Juga perlu dicermati cerita di balik angka-angka tersebut: nyambung atau enggak dengan angkanya. Dan yang terakhir, perlu diperiksa orang-orang di balik angka dan cerita tersebut. Cek & ricek potensi benturan kepentingan jajaran manajemen maupun pemegang saham utama. Intinya, perlu good corporate governance gitu loh. Kalau tidak, siap-siaplah mendengar sayup-sayup gumaman ...¨Kutipu kau!¨ ....¨Koran-koran ... berita besar ...^#*%#&$ orang tertipu !¨ ===================== Buatlah rencana untuk mencapai hal yang fantastis, karena 25 tahun dari sekarang apa yang terlihat tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Anda akan menyesal kemudian jika Anda tidak merencanakan masa depan yang gemilang karena melihat keterbatasan Anda pada masa sekarang.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home