Mencermati Tipu-tipu Laporan Keuangan
"Koran..koran..¨ Demikian teriakan seorang remaja penjaja
koran di sebuah terminal bus pada suatu pagi yang ramai. "..Berita
besar... 125 orang tertipu!¨ Lanjut si penjaja koran. Polan, seorang
penumpang metro mini tertarik dan dari balik jendela metro mini, ia
memanggil si penjaja serta segera membeli korannya. Setelah
transaksi dan pembayaran terjadi, si Polan kelihatan bingung mencari
berita yang diteriakkan si penjaja. "Koq ga ada berita penipuannya
Dik?¨ Seru si Polan. Sang penjaja koran dengan tenang berlalu sambil
berteriak "Koran-koran, berita besar¡Kseratus dua puluh enam orang
tertipu!¨ Si Polan cuma bisa geleng-geleng kepala. Sore harinya,
ketika si Polan lewat kembali di terminal bus itu, ia kembali
mendengar teriakan si penjaja koran:¨Koran-koran...Berita heboh.. tiga ribu
empat ratus delapan puluh sembilan orang tertipu!!!"
Ya..ya..ya..Itu memang cerita lelucon saja. Tapi ngomong-
ngomong, cerita serupa sebenarnya sudah sering terjadi di pasar
saham lo. Ceritanya begini (yang ini beneran, ga bohong deh!), salah
satu informasi yang sangat diperlukan investor dalam menilai kinerja
dan prospek perusahaan adalah laporan keuangan perusahaan. Tentu
saja investor mengharapkan informasi tersebut akurat. Meski
regulator, paguyuban akuntan, penyelenggara bursa, dan banyak pihak
telah berusaha agar laporan tersebut akurat, ternyata tetap saja ada
penipuan informasi laporan keuangan. Menurut Howard Schilit serta
Sarin dkk, kasus tipu-tipu laporan keuangan cukup mencengangkan
bahkan di negara sekaliber AS. Median denda / kerugian yang
ditimbulkan akibat tipu-tipu tersebut mencapai jutaan bahkan puluhan
juta dolar AS per kasusnya. Bahkan ada juga kasus yang sangat besar,
melibatkan milyaran dolar AS, contohnya: kasus kebangkrutan Enron.
Itu di AS, gimana di Indonesia neh? Tengok saja kasus terakhir
seperti kasus Bank Global, Great River, dll. Apapun ceritanya,
investor tetap perlu hati-hati dalam mencerna informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan.
Hati-hati Financial Shenanigan
Oleh Howard Schilit, tipu-tipu laporan keuangan diberi istilah keren
Financial Shenanigan (FS). Intinya, FS adalah tindakan atau
pengabaian yang sengaja dilakukan untuk menyembunyikan atau
mengaburkan kinerja atau kondisi keuangan perusahaan sebenarnya.
Tipu-tipu ini terjadi karena banyak faktor, utamanya faktor tamak
dan takut. Dengan melakukan FS, si pelaku bisa memperoleh banyak
keuntungan material (bonus besar, kemudahan mendapat pinjaman, citra
semu yang positif, dll), atau mencegah kesulitan jangka pendek
(menyembunyikan kinerja jelek karena takut dipecat atau takut
dimarahin bank akibat melanggar perjanjian, dll).
FS bisa dicermati dengan mewaspadai jenis perusahaan atau
situasi tertentu yang biasanya sarat dengan peluang terjadinya FS.
Beberapa di antaranya adalah: (1) perusahaan dengan lingkungan
pengawasan yang lemah, karena tata pamongnya (corporate governance)
payah, kekurangan auditor yang independen dan kompeten, dan fungsi
audit internal yang tidak berjalan baik; (2) perusahaan sedang
menghadapi situasi kompetisi yang gila-gilan dan ditambah lagi
beberapa orang di jajaran manajemennya memang punya sejarah karakter
yang tidak baik; (3) perusahaan kecil yang sedang bertumbuh pesat
sehingga tak sempat memperhatikan risiko kecurangan laporan
keuangan; (4) perusahaan yang menjelang atau baru go public,
biasanya dandan abis agar tampak lebih cantik dari sebenarnya supaya
laku gitu loh; (5) perusahaan yang bukan perusahaan tbk; (6)
perusahaan yang tinggal tunggu matinya, jadi, tidak menipu mati,
sementara dengan tipu-tipu siapa tahu bisa mujur.
Lantas apa saja yang biasa dilakukan oleh para pelaku FS dan
harus dicermati investor? Berikut ini ¡§modus operandi¡¨ yang menurut penelitian
Schilit paling sering terjadi. Pertama, mencatat
penjualan terlalu dini sebelum resmi terjadi, masih banyak
ketidakpastian pada transaksinya, dan masih banyak jasa terhutang di
masa depan. Kedua, mencatat hasil penjualan semu. Contohnya,
pengembalian yang diperoleh dari pemasok barang dicatat sebagai
hasil penjualan. Ketiga, memperbesar pendapatan dengan hasil
transaksi yang hanya sekali-sekali terjadi, jadi bukan murni hasil
usaha normal. Contohnya, laba hasil penjualan gedung atau aset lain
yang mungkin hanya terjadi sekali setiap 10-20 tahun. Ketiga FS
pertama tersebut pada intinya menggelembungkan catatan hasil
penjualan.
Keempat, menggeser biaya periode ini ke periode masa depan.
Contohnya, dengan menjadikan biaya sebagai pengeluaran modal (jadi
pencatatannya tidak langsung semua pada periode sekarang, melainkan
akan disebar ke beberapa periode ke depan), membukukan penyusutan
atau amortisasi yang terlalu lambat, atau bisa juga dengan sengaja
mengabaikan penghapusan aset yang sebenarnya telah tidak ada nilai
lagi. Kelima, tidak melaporkan hutang atau kewajiban (liabilities).
Misalnya, hasil penjualan langsung dibukukan saat terima pembayaran,
padahal jasa yang dijual belum dilaksanakan; tidak melaporkan
kewajiban di luar neraca (off balance sheet) seperti transaksi
derivatif.
Selain tujuan mempercantik diri lebih dari aslinya, FS juga
bisa dilakukan untuk membuat perusahaan tampak lebih jelek dari
aslinya untuk sementara waktu. Kok begitu? Ini bisa saja terjadi
karena kongkalingkong orang dalam dengan orang luar yang mau
mengakuisisi perusahaan dengan harga semurah mungkin. Caranya adalah
dengan FS keenam dan ketujuh, yaitu menggeser pendapatan periode
sekarang ke masa depan atau menggeser biaya masa depan ke periode
sekarang misalnya dengan mempercepat depresiasi dan amortisasi.
Di samping ketujuh FS tersebut masih ada lagi beberapa tipu-
tipu lain perlu dicermati, misalnya permainan perlakuan catatan
persediaan atau inventori (FIFO, LIFO, dll), transfer pricing di
antara pihak terkait (anak perusahaan, perusahaan dalam grup yang
sama, dll). Yang pasti, investor harus lebih teliti dalam
menganalisis laporan keuangan perusahaan. Prosedur standar seperti
membandingkan rasio keuangan perusahaan dengan rasio rata- rata
industri, dan tren berdasarkan data masa lalu perlu dilakukan.
Konsistensi antara angka-angka rasio keuangan perlu diteliti
(misalnya dengan teknik Du Pont). Juga perlu dicermati cerita di
balik angka-angka tersebut: nyambung atau enggak dengan angkanya.
Dan yang terakhir, perlu diperiksa orang-orang di balik
angka dan cerita tersebut. Cek & ricek potensi benturan kepentingan
jajaran manajemen maupun pemegang saham utama. Intinya, perlu good
corporate governance gitu loh. Kalau tidak, siap-siaplah mendengar
sayup-sayup gumaman ...¨Kutipu kau!¨ ....¨Koran-koran ... berita
besar ...^#*%#&$ orang tertipu !¨
=====================
Buatlah rencana untuk mencapai hal yang fantastis, karena 25 tahun
dari sekarang apa yang terlihat tidak mungkin bisa menjadi mungkin.
Anda akan menyesal kemudian jika Anda tidak merencanakan masa depan
yang gemilang karena melihat keterbatasan Anda pada masa sekarang.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home